AKHIR PEKANSASTRA

Manusia Silver

Pagi membangunkan tubuh Ghufron kian rapuh. Kali ini ia terlihat tak bergairah menapaki harinya menjadi manusia silver. Ia berubah pikiran. Ia tak mau lagi menjadi manusia silver. Dibuangnya cat warna silver itu ke tempat sampah di ujung gang. Segala atribut manusia silver pun raib dibenamkan ke tempat sampah.

Sambil menyulut rokok kretek, Ghufron berdiri di bantaran sungai dekat tempat tinggalnya. Sungai itu penuh sesak bekas limbah rumah tangga dibuang seenaknya. Pemandangan seperti ini menambah keruh pikirannya. Saat angin datang menghampiri sungai itu tercium bau busuk menyengat hidung.

Warna airnya pun berubah cokelat kehitam-hitaman. Dipandanginya bantaran sungai itu dengan muka penuh luka. Ingin rasanya ia kembali ke kampung halamanya.

Mandi di sungai masih jernih airnya. Diiringi kecipak ikan yang berenang. Sungguh suasana seperti itu sangat membekas di ubun-ubun kepalanya.

Matahari agak meninggi. Orang-orang masih sibuk menata barang daganganya untuk mereka jual di pinggir jalan utama. Kampung kumuh itu bergeliat layaknya kampung-kampung yang lain. Tetapi, naas bagi mereka. Pagi ini satpol PP dan aparat keamanan sudah bersiap menggusur hunian bantaran sungai.

Berkali-kali diingatkan pemerintah kota agar mereka segera mengosongkan perabot rumah tangga yang ada. Alasan penggusuran itu karena mereka menempati tanah negara dan menjadi penyebab banjir saat musim penghujan.

Belum lagi menurut petugas, hunian di bantaran sungai dianggap merusak tatanan perkotaan. Imbauan itu rasanya seperti hembusan angin. Mereka tetap bertahan dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan rumah tempat tinggalnya. Tak pelak kepala satpol PP beradu mulut dengan sekelompok warga masih bertahan.

Warga terkejut akan kedatangan mereka segera membuat barisan barakade membendung buldozer masuk ke kampung. Suasana memanas terdengar teriakan keras dari kepala satpol PP.

“Robohkan!!!”. “Majuuuu…!!!” raungan buldozer terdengar makin mendekat.

Orang-orang kampung bantaran sungai itu berupaya menghalau buldozer dengan alat seadanya. Keributan tak terhindarkan. Korban mulai berjatuhan kedua belah pihak. Suasana mencekam. Lemparan batu dan tembakan aparat ke udara berhamburan. Satu per satu penghuni hunian bantaran sungai itu tak berdaya.

Ghufron si manusia silver itu tak kuasa melawan aparat. Dilihatnya satu per satu tempat tinggal mereka hancur diterjang buldozer. Bagai tsunami gelombangnya siap menyeret apapun di hadapannya.

Setengah jam berlalu kampung mereka rata dengan tanah tak ada yang tersisa. Tersisa wajah-wajah penuh kesedihan dan isak tangis kaum wanita dan anak-anak.

Dari kejauhan terlihat beberapa orang mengais barang-barang masih dapat terselamatkan. ‘’Kita telah kalah dan dikalahkan” gumam Ghufron sambil tersungkur ke tanah.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button